Solo Traveling KL-Dalat-Malaka yang Tidak Disengaja





Judul di atas memang betul. Saya saja sampai tertawa kalau mengingat pengalaman traveling ke negara tetangga yang diniatkan berdua dan berakhir saya jalan sendirian dari tanggal 25 sampai 29 Januari 2025 lalu. Setelah membaca beberapa artikel soal travel di travelersejati.id, saya pun ingat kalau belum sempat membuat ulasan selama traveling Januari lalu.


Tulisan ini akan menjadi pembuka beberapa artikel perjalanan saya selama di Kuala Lumpur, Dalat (Vietnam), dan Malaka.


Kenapa saya bisa jalan sendirian tanpa disengaja? Jadi, sebenarnya saya dan sahabat seumur hidup, Lita, yang selalu mendampingi tiap pergi traveling ke negara tetangga, sudah merencanakan perjalanan ini sejak November 2024. Sayangnya, Lita susah mendapatkan cuti karena kantornya sedang banyak target yang harus dicapai.


Kami masih optimis untuk bisa berangkat. Bahkan, Lita menyuruh saya untuk pesan tiket pesawat untuk diri sendiri dulu, nanti ia menyusul. Sahabat saya itu pun tidak masalah kalau harus membayar tiket mahal kalau mepet jadwal keberangkatan.


H-7 Lita baru sadar kalau paspornya kedaluwarsa karena sebulan berikutnya sudah mau habis. Ya, saya memang sudah mempersiapkan mental dan fisik untuk jalan sendirian, tapi masih setengah optimis kalau Lita akan bisa ikutan. Kami tertawa karena baru tahu perihal paspor itu dan akhirnya dimulailah solo traveling yang tidak disengaja ini.


Mengambil Rute ke Dalat Dari Kuala Lumpur

Setelah membandingkan biaya dari Surabaya-Ho Chi Minh-Dalat dengan Surabaya-Kuala Lumpur-Dalat, saya memutuskan untuk mengambil rute kedua. 


Mungkin karena efek popularitas Vietnam sedang naik banget, makanya bisa naik sampai di atas 2 juta hanya untuk satu kali perjalanan dari Surabaya. Padahal, waktu saya ke Ho Chi Minh pada 2024 itu nggak sampai 3 jutaan sudah perjalanan PP.


Untuk menuju Dalat memang tidak ada direct flight dari Surabaya. Kita harus berangkat dari Kuala Lumpur atau Ho Chi Minh. Perjalanan kali ini lumayan bikin berdebar karena saya akan naik pesawat 4 kali plus perjalanan darat sendirian saja. 


Saya memang sering jalan sendirian di dalam atau luar kota terdekat domisili, tapi ini pertama kalinya sendirian di negara lain. Apalagi, kondisi kaki kanan saya baru pemulihan setelah sebulan sebelumnya cedera saat menuruni tangga kantor.


Hola, Nasi Lemak!

Rasanya memang berbeda ketika traveling dengan sahabat dan sendiri. Saya yang pelupa pun harus lebih rinci lagi mengingat apa saja transportasi yang bisa saya pakai selama di KL. Hal pertama yang saya lakukan pastinya tarik tunai agar punya uang tunai Ringgit.


Dari bandara, saya naik bus menuju KL Sentral. Niatnya mau naik KL Express, tapi saya sadar kalau sedang traveling sendirian, otomatis budget harus diperhitungkan. Hanya dengan 15 Ringgit saya bisa sampai KL Sentral.





Perut mulai berdendang, nih, langsung teringat angan-angan untuk makan nasi lemak. Sesampainya di KL Sentral, saya naik eskalator ke mal Nu Sentral untuk mencari restoran. Pilihan saya jatuh ke restoran Nyonya Colors. 




Rasa nasi lemaknya mantap banget. Sambal, ikan teri, dan ayamnya juga enak. Memang paling mantap itu kalau makan masakan khas sebuah negara langsung datang ke negaranya. Akhirnya, rasa kangen saya terobati.





Saat di restoran, saya menimbang-nimbang, mau langsung ke hotel atau ke Dataran Merdeka dulu, ya? Sudah pukul 3 sore di KL dan saya juga melihat prakiraan cuaca di internet kalau sering turun hujan tiap sore di KL. Cuacanya 11-12 sama Sidoarjo dan Surabaya. Januari sedang gencar-gencarnya turun hujan hampir tiap hari.


Ya sudah, saya putuskan untuk pergi ke Dataran Merdeka dulu meski sambil geret-geret koper merah saya.


Ke Dataran Merdeka lagi

Karena sudah sampai KL, tentu saya ingin mampir ke Dataran Merdeka lagi. Kenapa? Karena saya penggemar bangunan bersejarah apalagi yang era kolonial begitu, makanya saya jatuh cinta banget sama Dataran Merdeka.





Dataran Merdeka adalah sebuah lapangan luas yang letaknya berada di depan Istana Abdul Samad. Di sinilah pertama kali bendera Federasi Malaya pertama kali dikibarkan pada 31 Agustus 1957 dan menjadi pusat perayaan parade hari kemerdekaan Malaysia.





Saya hanya berfoto di depan bangunan-bangunan klasik nan kece itu menggunakan tripod mini dan tentunya dibantu koper agar lebih tinggi posisinya, haha. Lumayan susah juga ya kalau foto sendirian soalnya angin di lokasi ini sangat kencang sampai hasil foto saya blur. Kamu bisa baca sejarah singkat Istana Abdul Samad di tautan bawah ini ketika saya datang pertama kali.


(Baca Juga: Demi Buku Kami Nyasar Lagi, Trip KL Day 2)

Kalau ke Dataran Merdeka memang paling pas setelah pukul 3 sore atau pagi hari sebelum matahari sedang panas-panasnya supaya saat berfoto bisa enak. 





Buat pecinta sejarah dan bangunan klasik, jangan lewatkan Dataran Merdeka kalau kamu berada di KL. Dari KL Sentral, saya pilih naik taksi Grab supaya cepat sampai. Kisaran biayanya sekitar 10 Ringgit.





Tidak lama saya keliling Dataran Merdeka, hujan deras. Untung saya persiapan dengan membawa payung. Sambil menunggu taksi menuju hotel, saya berdiri di tepi jalan sambil merenung. Wah, ternyata saya bisa sampai di sini sendiri, horee. Solo traveling ke Dalat dan Malaka juga tidak kalah seru. Tunggu tulisan saya berikutnya, ya!

2 komentar

agus kurniawan mengatakan...

Dalat, vietnam sebelah mana ya?

Reffi Dhinar mengatakan...

Dalat masuk Vietnam bagian selatan, satu jam naik pesawat dari Ho Chi Minh :)