Romantisme Dinner Cruise di Sungai Saigon dan Eksotisnya Joo Chiat Singapura



Seharusnya tulisan ini selesai berbulan-bulan lalu karena perjalanannya di bulan Januari. Namun, saya memang suka menunda. Suka jalan-jalannya, malas nulisnya, hehe. Malah saya lebih banyak menulis buat sponsor atau walking tour.

Perjalanan di Ho Chi Minh City dan Singapura pada dua hari terakhir sangat berkesan bagi saya. Malah bisa dibilang romantis dan ada capek-capek di kaki. Kok bisa? Oke, lanjut baca sampai selesai, ya.


Hari Terakhir di Ho Chi Minh City

Saya jatuh hati berat sama Vietnam. Pokoknya, selain negeri sendiri, kalau ditanya negara apa di Asia Tenggara yang memikat hati saya sampai pengin nangis itu jelas Vietnam. Menghabiskan beberapa hari di sana sebentar saja, sudah membuat saya malas pulang.


Sebelumnya, saya juga merasa damai ketika sedang berkunjung ke Penang, Malaysia, tapi ini kan satu kota saja. Soal Vietnam, saya suka semua bagian kotanya. Alasannya, kenapa? Mungkin karena bahasanya tidak terlalu sulit dipahami secara dasar (walau saya masih pusing soal tulisannya). Surga makanan enak dan yang paling saya suka tentu kekentalan sejarah yang berpadu dengan modernitas unik.


Ho Chi Minh City yang banyak sepeda motor dan juga iklimnya mirip Indonesia, mungkin tidak sekeren Jepang, tetapi justru suasana kotanya yang masih cenderung jadul ini yang saya sukai. Pengendara motor masih pakai helm ceper macam Indonesia sampai awal 2000-an. Bentuk bangunannya juga cenderung memanjang model apartemen. 


Kantor Pos Estetik 

Kalau jalan-jalan ke Ho Chi Minh City tentu saja kita nggak boleh ketinggalan untuk berkunjung ke Saigon Central Post Office. Dari Book Street, saya dan Lita jalan kaki sebentar ke kantor pos yang menjadi lokasi dambaan saya selain Gereja Pink.





Kantor pos ini masih  mempertahankan desain arsitektur khas Eropa dan kita bisa membeli suvenir-suvenir lucu semacam kartu pos, kaos, sampai biji kopi. Namun, saya hanya membeli kartu pos di sini karena kalau membeli kaos dan biji kopi itu cenderung lebih mahal, sih.






Saya kagum banget dengan megahnya kantor pos ini. Jam antik hingga barang-barang yang berkaitan dengan pos juga bisa kita lihat. Bangunan ini didiirkan pada 1891. Kita masih bisa merasakan suasana kolonial Prancis di sana. Pokoknya, kalau kalau seorang filatelis, wajib mampir ke tempat ini, ya.


Kafe Apartemen yang Kece

Kalau ke Ho Chi Minh City rasanya kurang lengkap kalau tidak berkunjung ke kafe apartemen. Ini sering masuk ke dalam vlog para traveler. Bangunan apartemen disulap menjadi kawasan kafe sehingga kita bisa naik tangga atau lift berbayar.


Karena saya dan Lita sudah banyak jalan kaki, saya memilih untuk naik lift saja yang bayar untuk naiknya sekitar beberapa ribu Dong (seingat saya kalau dikurskan waktu itu Januari 2024 senilai 3 ribuan rupiah). 





Jalan masuk ke kafe-kafenya model lorong ala apartemen dan ketika masuk, suasananya sama seperti kafe pada umumnya. Kita bisa mengamati kota Ho Chi Minh dari atas dan memesan kopi khasnya yang terkenal enak.


Kayanya ini kafe apartemen campur 
tempat tinggal. Ada yang jemur baju wkwk


Ternyata kafe apartemen yang berlokasi di No.42 Nguyen Hue Street ini dibangun sejak tahun 60-an. Seiring berjalannya waktu, bangunannya dipakai untuk kafe-kafe yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. (Baca Juga: Book Street di Ho Chi Minh City)



Makan Malam Romantis di Sungai Saigon

Destinasi terakhir di Ho Chi Minh adalah naik kapal pesiar Saigon Princess yang tiketnya bisa dibeli di Traveloka. Ini juga menarik minat saya setelah menonton acara Miss Grand International ketika diselenggarakan di Vietnam. 


Salah satu kapal pesiar sungai



Ada beberapa kapal pesiar yang bisa dipilih. Semakin mahal, tentu semakin bagus juga pilihan menu dan hiburan yang akan didapat. Saya memilih paket 400 ribuan dan nantinya bisa mendapat pilihan makanan all-you-can-eat yang halal (ada pilihannya).


Di depan kapal pesiar sungai
yang akan saya naiki



Sambil menunggu waktu kapal pesiar berlayar sekitar pukul 7 malam, saya dan Lita duduk di kafe yang berada di tepi dermaga. Angin kencang sekali jadi kalau ke sini sebaiknya pakai baju yang nyaman dan tidak kekurangan bahan supaya tidak masuk angin (bercanda). 


Makan malam cantik

Berfoto bersama penari Vietnam



Di dalam kapal pesiar sungai yang berlabuh selama dua jam mengelilingi sungai Saigon ini, kita akan dihibur dengan tarian tradisional Vietnam serta lagu-lagu dengan musik khasnya. Setelah makan malam, saya dan Lita ngobrol lama banget sambil memandangi penampakan Ho Chi Minh City di malam hari. Rasanya romantis dan spektakuler banget di mata saya yang asalnya dari kabupaten ini, hehe.


Meromantisasi hidup

Unforgettable night in Ho Chi Minh


Joo Chiat yang Bikin Kaki Tegang

Saya dan Lita sengaja mengambil penerbangan dengan transit satu hari di Singapura ketika pulang. Tujuannya, tentu untuk menjelajah singkat. Kalau di Singapura, saya tidak mau lama-lama, alasannya karena serba mahal.


Entah kena kutukan apa, saya dan Lita kalau ke Singapura selalu kena drama nyasar. Turun dari pesawat, kami disambut hujan yang turun terus dari siang sampai sore. Padahal, selama beberapa hari di Ho Chi Minh City, cuacanya senantiasa cerah. 


Berpegang dari pengalaman ke Singapura pada 2022, saya dan Lita lebih teliti dalam melihat rute dan memilih hotel agar kami bisa naik MRT dan bus saja. Kami yakin dan percaya diri setelah konfirmasi kepada pemilik hostel, ternyata lagi-lagi nyasar, gaes. Padahal, saya dan Lita juga harus berjalan di sela gerimis sambil menggeret koper. Makanya, saya sampai mampir ke 7 Eleven untuk makan nasi biryani serta beli payung akibat kehabisan energi.


Akhirnya, ketemu. Setelah
jadi musafir sampai kaki lelah


Setelah sampai di hotel yang benar, kami isitrahat sebentar sambil beres-beres. Kami menuju Bugis Street dulu untuk beli oleh-oleh dan menuju Joo Chiat. Dari artikel-artikel yang saya baca di Google, Joo Chiat ini termasuk kawasan lama yang dulu dimiliki tuan tanah keturunan Tionghoa kaya raya pada abad 20-an.


Arsitekturnya memang cantik-cantik. Bentuk bangunan di kawasan Joo Chiat ini dibuat oleh arsitek sebelum masa perang dengan banyak banguna model ruko dua lantai. Warna-warna bangunannya juga cantik-cantik sampai jadi tempat berfoto karena instagramable.





Proses menemukan Joo Chiat juga diwarnai nyasar karena kami sempat salah naik jalur bus. Sesampainya di sana, kafe kecil yang ingin dikunjungi Lita juga sudah tutup duluan, padahal masih pukul 6 sore. Kami pun mengambil foto sebentar sambil rehat lalu jalan kembali ke hostel.


Perjalanan terakhir ini membuat saya akhirnya bertekad untuk mempersiapkan lebih ketat lagi kalau mau ke Singapura, haha. Males banget harus tersesat terus padahal di Vietnam yang bahasanya lebih sulit, kami tidak ada drama tersesat.


Vietnam membuat saya ingin kembali lagi untuk berkunjung di daerah lainnya. Perjalanan ini sangat berkesan dan membuat saya ingin berkeliling di tiap kota. I love Vietnam.

2 komentar

Fanny Nila (dcatqueen.com) mengatakan...

Baca ini bikin aku ga sabar december cepatlah dataaang 😄😄😄. Ga sabar eksplor Hanoi dan sapa. Pengen sih sbnrnya ke kota lain, apalagi kami tuh12 hari di sana. Cuma memang aku udah masuk fase yg mana udah males ngejar banyak tempat. Jadi pengen santai di satu kota ampe puas.

Cruise nya menarik yaa. Pas di hcmc dulu aku ga ngerasain. Tapi pengen rasain cruise pas di Halong bay. Enak nih kalo makanan nya udh tersedia yg halal juga

Reffi Dhinar mengatakan...

Mbak, aku yang masih early 30's ini aja lebih milih stay di satu tempat agak lama daripada ngejar banyak kota wkwk. Emang tipe slow traveling. Moga bisa cruise di Halong Bay yaa, cakep pasti di sana.