Pentingnya Prinsip Stoic Bagi Pikiran yang Sehat


Pernah merasa terganggu dan tidak percaya diri ketika melihat ada teman yang dipuji cantik orang lain? Atau mudah sekali prinsip dan pemikiran terganggu hingga berubah karena pendapat orang lain? Hmm, mungkin ini tanda jika kamu belum memahami pentingnya prinsip stoic.

Apa sih stoicism atau paham stoic? Dan apa pentingnya buatmu agar bisa menjadi sosok yang berkepala dingin? Yuk simak lebih lanjut.

 

Definisi Prinsip Stoic

Stoic atau jika ditulis dalam bahasa Indonesia menjadi stoic adalah sebuah cabang filsafat yang berasal dari bahasa Yunani. Artinya adalah ‘dari stoa [serambi atau beranda]’.

Referensi ini diambil dari Stoa Poikile yang berada di Athena. Di tempat tersebut, ahli filsafat stoic Zeno mempunyai pengaruh besar dalam pengajaran cabang stoikisme.

Aliran Stoik atau yang dulu disebut sebagai mazhab Stoa ini memiliki bentuk pengajaran beraneka ragam. Akarnya berpijak pada perkembangan logika, fisika, serta etika.

Para penganut paham stoik mempraktikkan cara hidup yang dilakukan dengan penuh kepasrahan dan berserah diri. Jadi apapun yang dialami manusia di dunia, meski baik atau buruk, diterima dengan pikiran jernih. Cara berpikir ini dianggap sebagai kemampuan logika berpikir paling tinggi dari semua hal.

Tips Menjalani Hidup Dengan Prinsip Stoic

Dengan memahami prinsip stoic atau stoikisme, kita bisa menjalani hidup dengan lebih woles. Saya pun merasakan manfaatnya setelah mencoba untuk mempraktikkan hal ini.

Berikut ini beberapa tips untukmu yang ingin menjalankan hidup penuh kewarasan.

1# Jadilah versi terbaik dirimu

Menjadi versi terbaik adalah sebuah cara hidup yang menyelaraskan impian serta kenyataan. Efeknya kita menjadi orang yang lebih bertanggungjawab penuh atas hidup.

Misalnya, selama ini saya melabeli diri sebagai seorang pembelajar. Ketika ada waktunya saya bermalas-malasan sambil menjelajah medsos terlalu lama, maka jika ingin label diri itu tidak menjadi label palsu, saya harus bergerak untuk belajar.

Jadi, kamu yang ingin membangun citra diri lebih baik, harus menyadari dulu apa kekurangan dan kebiasaan buruk yang dimiliki. Akui itu. Kemudian ubah perlahan sehingga kamu bisa mendekati sosok terbaik yang kita idamkan. Tidak harus menjadi sempurna, minimal kamu sedang berproses lebih baik.



2# Fokus pada hal yang bisa dikontrol

“Aku jadi gagal kaya sekarang soalnya nggak punya dukungan dari orang tua.”

“Aku nggak bisa jadi cewek tangguh, soalnya aku sering ditinggalin.”

“Tuhan itu jahat, soalnya aku selalu dibohongi.”

Pernahkah kamu marah pada keadaan, orang lain, sampai Tuhan atas segala rasa pahit yang kamu terima? Saya juga. Setelah mengalami patah hati yang berat, saya menyalahkan mantan kekasih habis-habisan. Padahal setelah saya renungkan, salah saya sendiri mau memberikan kesempatan kedua pada orang yang pernah mendua.

Dalam prinsip stoikisme, seharusnya kita fokus pada hal yang bisa kita kontrol. Sebaik apapun kita kepada orang lain, sekeras apapun kita berusaha, semanis apapun perilaku, jikalau kemalangan yang datang, ini yang harus diterima.

Dari patah hati, saya belajar untuk tidak lagi jatuh cinta sampai lupa menyayangi diri sendiri. Saya juga memaklumi jika patah hati itu adalah ongkos belajar agar saya belajar tidak tergantung kepada manusia. Sebuah pelajaran yang sulit, tetapi memang harus dilatih. 

(Baca Juga: Algoritma Media Sosial Bekerja Seperti Otak Kita)

3# Fokus pada tujuan

Media sosial membuat kita mudah melihat kehidupan orang lain. Karena paparan hidup orang lain yang terlihat lebih bahagia, bisa liburan ke mana saja, sampai punya pasangan yang romantis, kita mudah terserang iri.

Saya pun mengalami hal serupa terutama di bidang kepenulisan. Banyaknya kawan-kawan penulis yang menang lomba novel, jadi juara blog, sampai bukunya lolos di penerbit terkenal, saya jadi membandingkan pada diri sendiri. Saya jadi lupa pada prestasi yang sudah saya raih. 

Fokus pada tujuan membuat saya tidak lagi terlalu mempermasalahkan apa yang berada di luar kontrol. Kalau toh ada rasa iri, tidak lagi bertahan lama dan saya jadi mudah bahagia melihat pencapaian orang lain. 


4# Menggali Apa yang Ada di Dalam Diri

Kalau mau memegang kendali atas hidup, kamu harus mulai mengenali apa yang menjadi kekurangan dan juga apa saja kelebihanmu. Tidak perlu brutal menyalahkan diri. Justru kalau kamu tahu apa yang ada di dalam diri, kamu tahu tindakan apa yang harus dijalankan untuk mengatasinya.

Solusinya, sih, jangan denial. Kalau kamu denial dan ngotot tidak mau memperbaiki yang julid, stres, insecure di dalam hati, kamu tidak akan pernah menjadi pribadi yang baru.

Stoic tidak mengajarkan pasrah saja tanpa berusaha memperbaiki diri. Ini adalah latihan untuk mengatur respons. Di saat ada kejadian tidak enak, kamu tidak impulsif dan memilih untuk tenang dan mengambil jarak agar bisa berpikir objektif. Ketika ada perasaan iri atau rendah diri, kamu fokus untuk mencari alasan sesungguhnya dari dirimu lalu berusaha memperbaiki serta mengendalikannya.

Prinsip stoic ini memang tidak semudah itu dijalankan. Saya butuh belajar dengan melakukan tracking perasaan dan aktivitas ketika merasa burnout atau iri berkepanjangan. Mengenali diri sendiri juga bisa dilakukan lewat journaling. Minggu depan, akan ada kelasnya, nih? Silakan daftar ke sini jika berminat atau tanya di kolom komentar kalau penasaran, ya :) 




Catatan Kaki:

Referensi definisi Stoic Stoicism | Internet Encyclopedia of Philosophy (utm.edu)

3 komentar

Fanny Nila (dcatqueen.com) mengatakan...

Sebenarnya dalam islam sendiri diajarkan utk bersikap begini juga kan yaa. Tidak iri dengan keberhasilan orang lain, fokus dengan diri kita, pasrah dengan takdir krn semua itu memang sudah tertulis di lauhul mahfudz. Tapi bukan berarti tidak melakukan apa2. Tetap berusaha sebaik2 nya.

Agak susah, krn aku sendiri sesekali masih merasa envy juga terhadap orang lain.. Kenapa dia bisa, aku malah gagal. Tapi bener sih, lebih bagus belajar utk mengontrol yg bisa kita kontrol drpd larut ama hal2 yg susah dikontrol.

Ainun mengatakan...

aku baru tau istilah Stoic ini mbak
Memang bener ya kalau apa yang kita liat di sosmed orang lain ibarat rumput tetangga lebih hijau. Lagi lagi tergantung persepsi masing-masing orang ketika melihatnya
ada yang fine-fine aja dan mungkin dijadikan semangat kita buat lebih baik lagi sama diri sendiri

Risal mengatakan...

Grazie per il tuo fantastico post!
Risal Setiawan
Buona mattinata!