Pada awal Juli lalu, saya akhirnya bisa kembali lagi mengikuti walking tour rute Simpang di Surabaya. Penyelenggaranya tentu saja Bersukaria Walk Surabaya. Selama hampir dua bulan sebelumnya saya tidak bisa mengikuti walking tour, penyebabnya karena dua pergelangan kaki saya cedera bergantian. Ini juga karena saya terlalu semangat ketika olahraga dan ceroboh ketika jalan-jalan. Satu sembuh, satu kaki cedera. Alhasil, saya pun membatasi gerak berlebihan.
Rute yang saya pilih kali
ini disebut Rute Simpang. Turun dari Stasiun Gubeng, saya bergegas ke titik
kumpul di Alun-Alun Surabaya atau bisa kita sebut sebagai halaman Balai Pemuda
yang tersohor itu. Lucu juga karena Balai Pemuda adalah tempat yang tanpa sadar
paling sering saya kunjungi ketika mampir ke Surabaya. Selain karena ini
bangunan bersejarah yang sesuai selera, saya memang tidak pernah bosan jika
menjelajahi gedung kolonial atau benteng.
Seperti biasa, saya memilih pakaian yang nyaman dengan jaket jins dan kali ini saya membawa topi lebar. Panasnya Surabaya di musim kemarau sungguh aduhai. Jangan lupa untuk mengenakan sunscreen agar kulit terlindungi.
Mulai dari Tempat
Jalan-Jalan Era Kolonial
Untuk Rute Simpang ini
dimulai dari Balai Pemuda lalu berjalan kaki ke arah Balai Kota sambil berhenti
sesekali di beberapa spot untuk mendengarkan cerita asyik dari storyteller.
Kali ini grup saya didampingi Kak Reggy Marolas. Nah, dalam artikel ini saya
mulai dari area hiburan Surabaya zaman baheula, ya.
Kisah Balai
Pemuda
Balai Pemuda dulu diberi
nama De Simpangsche Societeit (Simpangsche Club). Bangunan tersebut berdiri dan
diresmikan sejak 1907, jadi sudah lewat satu abad. Simpangsche Club adalah
sebuah komplek untuk hiburan kaum elit warga Eropa, jadi tidak hanya Belanda,
yang tinggal di Surabaya. Di sini, pengunjung bisa berdansa, makan, dan main biliar.
Orang pribumi tidak boleh masuk, kecuali mereka bekerja di sana sebagai pelayan
atau pesuruh.
Kubah Balai Pemuda |
Seiring berjalanya waktu,
gedung tersebut juga mengizinkan warga pribumi yang juga keturunan ningrat atau
punya kedudukan untuk masuk, seperti Ir. Soekarno yang kelak menjadi presiden
pertama Indonesia. Ada tulisan yang cukup menyakitkan jika dibaca kaum pribumi
dahulu yaitu “VERBODEN
VOOR HONDEN EN INLANDER” yang berarti “Dilarang bagi orang pribumu dan anjing”.
Bagi para pelayan restoran, mereka wajib mengenakan seragam putih dan
membawa nampan dengan cara diangkat di atas kedua kepala menggunakan kedua tangan
agar tidak terkena tetesan keringat. Yang menjadi ciri khas Balai Pemuda, yang
juga saya suka, adalah kubah di bagian pelataran utama cagar budaya tersebut.
Kubah Balai Pemuda dirancang oleh W. Westmass, H.P.A. de Wilde yang bisa kita
sebut Westmaas. Beliau adalah arsitek terkenal pada eranya yang juga merancang
Gereja Blenduk di Semarang.
Es Krim Zangrandi Lezat
Zangrandi itu ibarat Toko
Oen kalau di Malang atau Semarang. Jadi kalau kamu suka dengan kuliner khas
yang punya cerita sejarah, kamu perlu mampir juga ke Zangrandi saat berkunjung
ke Surabaya. Restoran es krim ini sudah berdiri sejak 1930 dan dulu nama
awalnya adalah Tuti Fruity Ice Cream Palace. Lokasinya berseberangan dengan
Balai Pemuda.
Roberto Zangrandi adalah
pemilik sekaligus pendiri Tuti Fruity berkebangsaan Italia. Selang beberapa
lama, kedai es krim miliknya semakin berkembang dan kemudian berubah nama
menjadi Zangrandi. Pada era 60-an, Roberto Zangrandi dan keluarga harus kembali
ke negaranya hingga ia menjual kedai yang sudah berubah menjadi restoran es
krim terkenal kepada Tanoe Mulia. Resep khas tersebut masih dipertahankan oleh
keturunan Tanoe Mulia hingga saat ini. Satelah walking tour, saya
menyempatkan mampir ke Zangrandi. Hmm, memang enak banget. Rasanya tidak kalah
dengan merek es krim terkenal yang banyak kita jumpai di mal besar.
Bangunan
Pemerintahan
Perjalanan berlanjut menuju
arah Balai Kota. Di sela-sela perjalanan, Kak Reggy juga menceritakan
fakta-fakta menarik di balik ikon patung atau lambang Surabaya yang bisa kami
temukan di trotoar. Kami sempat mampir ke patung monumen Jendral Soedirman
untuk membaca sekilas fakta sejarah perjuangannya dan berfoto bersama. (Baca Juga: Menyusuri Peneleh dan Kisah Bung Karno)
Gemeente House di Surabaya
Rute Simpang ini bisa saya
simpulkan menjadi semacam pusat pemerintahan Surabaya pada era kolonial.
Makanya, banyak sekali bangunan yang memiliki nilai sejarah yang masih
dipergunakan oleh pemerintahan pada masa modern. Salah satunya adalah Gemeente
House atau kini bisa kita sebut sebagai Balai Kota.
Dulu, Gemeente House dirancang
oleh seorang arsitek kenamaan bernama Cosman Citroen. Beliau juga merancang
Rumah Sakit Darmo. Pembangunan Gemeente House menelan biaya sebesan 1000 gulden.
Sangat besar sekali karena dulu kurs 1 gulden setara dengan 77.000 rupiah.
Dari Balai Kota, kita
sebenarnya bisa menemukan bunker yang mempunyai dua lorong bawah tanah. Satu
jalur akan membawa kita menuju rumah dinas walikota Surabaya dan satunya lagi
menuju Gereja Maranatha. Kini, dua lorong tersebut ditutup. Tujuan pembuatan
bunker dan lorong adalah agar pemimpin era kolonial bisa melarikan diri
sewaktu-waktu jika ada serangan tidak terduga.
Makna Lambang Surabaya |
Jalanan yang Punya Nilai Sejarah
Rombongan walking tour
lalu menyusuri Jalan Walikota Mustajab dan area Ondomohen. Saya baru tahu kalau
Jalan Walikota Mustajab ini punya nilai penting karena itu diambil dari nama gubernur
pribumi kelima Surabaya.
Wajib pose juga, dong! |
Selama periode pemerintahan
Walikota Mustajab, Surabaya mengalami banyak perkembangan dari segala aspek
termasuk usulan pendirian universitas pertama di Surabaya yaitu Universitas
Airlangga (Unair). Kami juga berhenti
sejenak di kawasan Ondomohen yang terkenal dengan sate kelapanya. Wah, mulai
lapar, nih.
Di depan Zangrandi |
Dua tempat terakhir yang
kami jelajahi adalah Hotel Simpang dan Kantor Pos Simpang (dulu ada Coffee
Toffee di sini). Kami berfoto sejenak sambil mendengarkan cerita dari storyteller.
Ternyata, Kantor Pos Simpang dulu digunakan sebagai gudang penyimpanan makanan
kuda, sedangkan istal kudanya terletak di area yang sekarang menjadi SD
Kaliasin.
(Baca Juga: Jelajah Sejarah Georgetown Penang)
Depan Hotel Simpang |
Kami kembali ke Balai Pemuda.
Saya menyempatkan diri untuk mampir melihat pameran lukisan di Alun-alun
Surabaya yang ada di bawah tanah. Saya tidak perlu pesan tiket dan tinggal
masuk saja secara gratis. Asyik juga karena saya bisa melihat potret Balai
Pemuda di masa lalu. Asyik sekali walking tour rute Simpang di
Surabaya kali ini. Happy walking day!
Pameran lukisan |
Tidak ada komentar
Posting Komentar