Hidup Sebagai Seorang Wordpreneur

tips menjadi penulis




Saya sangat suka membaca sejak saya masih kecil. Mama mengajari cara membaca dengan mengeja koran dan menuliskannya di buku. Lalu, saya bisa membaca tanpa mengeja ketika saya hampir berumur 5 tahun. Suatu hari, saya menulis cerita fiksi pertama saya setelah merasa kesal dengan Mama. Mungkin, saya duduk di kelas dua SD waktu itu. 

Mama seperti halnya seperti Ibu Asia lainnya. Beliau memiliki banyak aturan dan disiplin (tetapi, berkatnya, sekarang sebagai seorang dewasa muda, saya dapat mencapai impian  karena kekuatan disiplin).

Saya menulis sebuah cerita bernama Rea yang sedih karena ibunya. Meskipun saya menggunakan nama fiktif, Mama bisa tahu apakah itu tentang dia. Beliau tidak marah dan malah tahu bahwa saya memiliki bakat menulis. Kemudian, saya menulis banyak cerita pendek di buku-buku tulis. Guru dan teman sekelas saya membacanya dan mereka menyukai bagaimana saya bisa menulis alur cerita yang unik.

Bocah Agak Matre

Suatu hari, salah satu teman saya ingin saya menulis cerita berdasarkan genre favoritnya. Saya berkata, “Aku hanya menulis apa yang saya suka. Menulis membutuhkan energi dan waktu. Kalau kamu mau membayar, aku akan menulis cerita sesuai pesananmu.”

Sejujurnya, saya mengatakannya hanya untuk menolak permintaannya. Anehnya, dia berkata, “Oke, jadi berapa rupiah yang harus kubayar?”

Berikutnya, bisnis menulis saya pun dimulai ketika saya duduk di kelas tiga. Saya membuat katalog judul dan genre agar teman (atau pelanggan) saya dapat memilih. Saya memotong buku tulis saya menjadi bentuk persegi panjang dan menggunakan kertas kerbau warna-warni sebagai sampulnya. Saya menulis hampir setiap hari setelah  menyelesaikan pekerjaan rumah. Usaha ini berjalan hampir setahun, kemudian saya hentikan karena ingin fokus ke pendidikan.


tips menjadi penulis

Muncullah Sisi Wordpreneur

Singkat cerita, saya tertarik untuk belajar banyak bahasa. Saya memutuskan untuk belajar bahasa Jepang di universitas sambil membaca buku bahasa Inggris agar saya tidak melupakannya. Setelah lulus dari universitas, saya bekerja di sebuah perusahaan baja sebagai staf juru bahasa Jepang. Selain itu, saya menjadi finalis dalam kompetisi penulisan novel dan menerbitkan buku pertama. Saya jadi teringat mimpi masa kecil dulu.

Bagaimana jika saya mengejar impian saya sebagai penulis buku sambil belajar bahasa baru? Mengapa saya harus membatasi diri?

Akhirnya, saya mengambil keputusan. Saya belajar tentang bahasa Jepang dan budayanya di universitas sambil membaca banyak buku untuk latihan. Saya mempersiapkan diri sambil membuat rencana jangka panjang sejak saya lulus SMA. Saya menulis, “Saya ingin menjadi Penerjemah Bahasa Jepang dan menjadi penulis yang menginspirasi. “

Meskipun saya memiliki dua mimpi yang berbeda, saya dapat menemukan titik-titiknya. Ini tentang storytelling.

Saya belajar selangkah demi selangkah. Setelah menerbitkan novel pertama, saya belajar bagaimana menjadi penulis konten dan blogger. Tahun-tahun berlalu, dan sekarang saya bisa membuat brand pribadi untuk diri saya sendiri. Saya melabeli diri sebagai seorang Wordholic, seorang gadis yang suka membaca dan menulis kata-kata, dan sekarang saya menjadi seorang Wordpreneur. 

Sekitar enam bulan lalu, saya perlu memoles keterampilan berbicara di depan umum dalam bahasa Inggris. Bisa dibilang keputusan untuk bergabung dengan Eagle Toastmaster ini sudah saya pertimbangkan setahun sebelumnya sejak 2021. Makanya, saya mulai menabung.

Karena saya seorang Wordpreneur, saya ingin menyebarkan ide saya di komunitas yang tepat dan belajar membangun jiwa kepemimpinan serta komunikasi. Saya menemukan Eagle Toastmasters di Instagram, dan bulan September 2022 lalu saya memutuskan untuk bergabung dan memulai perjalanan baru saya sebagai Wordpreneur. Bagaimana denganmu, teman-teman?

Sudahkah kamu hidup dalam mimpi atau passionmu?
Menjalankan passion tetap butuh strategi dan seimbangkan antara idealisme serta apa yang kita sukai. Yang paling penting, jangan menjadi orang yang takut berlebihan sampai menyesal suatu hari nanti ketika melihat masa yang sudah ada di belakang.

(Tulisan ini merupakan terjemahan dari naskah pidato saya untuk level 1 di Eagle Toastmaster)

2 komentar

fanny Nila (dcatqueen.com) mengatakan...

Seneng memang kalo bisa dapat kerjaan yang sesuai passion. Karena melakukannya pasti ga berat, dan selalu dengan hati senang.

Sayangnya aku blm seberuntung itu. Passionku traveling mba. Sangat sukaaa, itu udh kayak kebutuhan primer buatku, bukan lagi tersier. Alhamdulillah bisa aku lakuin Bbrp kali dalam setahun, kadang sendiri , kadang dengan keluarga.

Tapi sayangnya aku blm bisa membiayai traveling kalo pure hanya dari hobiku menulis. Ga akan cukup. Makanya aku kerja yg lain, walopun sejujurnya itu bukan kerjaan yg based on passion 😅. Tapi karena gajinya besar, ya pasti aku terima. Yg penting buatku, bisa membiayai jalan2ku setiap tahun. Masih belum berniat utk fokus di dunia tulis menulis. So far, it masih tetep hanya sebatas hobi. Kadang hidup memang ga bisa meraih semua yg kita mau. Ada pilihan, ada konsekwensinya.

Aku mengorbankan hobi menulis, dan melakukan kerjaan yg aku ga suka tapi memberikan benefit tinggi, sehingga bisa membiayai traveling. It's ok lah.. 😁. Paling terkadang stress karena tekanan kerja yg tinggi 🤣

Reffi Dhinar mengatakan...

bener mbak, berkorban dikit demi hobi yang lain ya gapapa, semoga kita selalu happy dengan pilihan kita yaa