Persiapan Perjalanan Singapura-Penang-KL Penuh Drama






Traveling menjadi sebuah hobi yang cocok dengan jiwa tipe MBTI saya. Ya, saya adalah seorang ENFP yang suka dengan hal-hal baru dan juga mudah sekali bosan. Namun, saya bisa menjadi penulis seperti sekarang karena berusaha konsisten dengan hal-hal yang saya gemari lalu saya tuliskan. 


Setelah traveling ke luar negeri pertama kali pada November 2019 yaitu ke Kuala Lumpur selama tiga hari, saya ingin menjelajah ke bagian Asia Tenggara lainnya. Saya belum kepikiran untuk pergi ke Asia Timur atau Eropa. Saya ingin menjelajah Asia Tenggara dengan paspor tanpa visa. Banyak tempat eksotik yang ingin saya datangi.


Makanya, saya dan Lita, sahabat saya sejak SMU yang juga sama-sama punya hobi traveling, memutuskan untuk berencana pergi ke Ho Chi Minh City. Tentu saja saya sangat bersemangat mengingat di sana saya ingin sekali menjajal makanna khas sekaligus berkunjung di tempat-tempat bersejarah khas Vietnam.


Ternyata, pandemi datang. Saya sampai menangis tersedu-sedu karena semua perjalanan kami dibatalkan. Saya pun merelakan uang saya. Yah, anggap saja ini untuk mencegah musibah.

(Baca Juga: Nyasar di KL Demi Buku)


Tiket Pengganti yang Mendadak Muncul

Saya memesan tiket pesawat lewat Traveloka. Ternyata, untuk mendapatkan refund berupa voucher tiket, saya harus menghubungi sendiri pihak maskapai. Untuk tiket dari Surabaya ke Singapura menggunakan Scoot, bisa saya klaim dengan mudah setelah melalui proses cancel di Traveloka.


Scoot mudah banget aplikasi vouchernya



Namun, ternyata batas waktu tiketnya hanya sampai 2021. Saya hanya berharap semoga pandemi segera berakhir (walau sudah punya feeling, sih, kalau pandemi bakalan lama). Yang membuat drama adalah tiket Malaysian Airlines/MH. Di website resmi maskapai MH, tertera jika pembtalan lewat aplikasi pihak ketiga itu tetap bisa berjalan, baru kami bisa memproses di website resmi. Namun, untuk prosesnya di Traveloka jadi sangat ruwet. 


Butuh kirim pesan dan bukti foto belasan kali sampai saya berhak mendapat refund berupa voucher tiket. Berikutnya saya memproses klaim voucher di website MH. Ternyata, ini hanya bisa saya gunakan sampai Desember 2020. Sangat pendek waktunya, mengingat kondisi pandemi yang semakin memburuk dua tahun lalu.


Akhirnya, saya dan Lita menganggap jika tiket MH ini seolah uang yang sudah hangus. Dan tibalah bulan Desember 2020. Pandemi semakin memburuk dan saya yakin jika masa berakhirnya entah sampai kapan. Saya mendapat tiket dengan masa waktu pemakaian lebih lama dari Scoot. Voucher baru tersebut bisa saya pakai sampai Maret 2023. 


Periode 2021-2022 hanya saya habiskan dengan staycation dan bepergian ke luar kota dengan menjaga prokes. Ya, tetap saja malah jadi pasien isoman di rumah karena terpapar di kantor. Untung gejalanya ringan dan saya hanya batuk-batuk kering saja. 


Januari 2022, pandemi semakin menurun kurva penularannya. Saya pun mulai bepergian luar pulau dan kejutannya, saya mendapat tiket dari MH yang bisa digunakan sampai Desember 2022. Itulah sebabnya saya dan Lita pun menyusun ulang rencana traveling kami dan mengubahnya ke Singapura serta Penang. Saya takut saja kalau sudah menyusun rencana ke Vietnam nanti malah batal.


Drama Baru Menjelang Keberangkatan

Voucher dari Scoot sudah bisa kami gunakan dengan hati gembira. Saya hendak menukarkan voucher MH. Sialnya, tiket tersebut tidak bisa kami gunakan dengan alasan kurs di voucher menggunakan USD sementara untuk booking tiket di web atau aplikasi Malaysian Airlines, kami harus menggunakan voucher Ringgit. 

(Baca Juga: Melintasi Dua Masa di Georgetown Penang)


Beneran ini bikin jengkel banget. H-4 minggu dari jadwal keberangkatan kami pada 4 November 2022, tiket tersebut bermasalah. Akhirnya, saya cek Twitter MH. Banyak sekali orang-orang yang komplain masalah voucher dan pembatalan sepihak. Duh, tentu saja saya jadi takut. Untuk mencegah vibrasi negatif, saya menulis ulang impian saya agar bisa berangkat bersama Lita tanpa hambatan. Saya pun mengirim DM di Twitter, menelepon call center, sampai mengirimkan surel.


Setelah beberapa hari, saya mendapat voucher baru dalam kurs Ringgit. Saya langsung gunakan dan bisa dong. Sayangnya, Lita masih belum memperoleh voucher pengganti. Drama berlanjut dengan kami berusaha dengan kirim surel, DM Twitter, dan telepon. Ya, kami lakukan sendiri-sendiri untuk memperjuangkan voucher milik Lita. 






H-10 hari masih saja belum terlihat hilalnya. Saya pun bilang sama Lita, kemungkinan terburuk dia harus merogoh kocek sendiri kalau mau naik Malaysian Airlines atau pilih maskapai yang lebih terjangkau. Lita sudah menabung untuk biaya pesawat dan dia pun pasrah. H-7 keberangkatan ada surel masuk di email yang jarang saya pakai. Rupanya saya pernah kirim surel keluhan pada MH lewat email tersebut.






Yeey, bahagia banget. Drama panjang plus membuat hati kesal akhirnya bisa kami lewati. Intinya harus yakin, positive thinking, berusaha maksimal, lalu pasrah. Cerita selanjutnya adalah pengalaman kami ketika nyasar di Singapura sampai menikmati keindahan Penang. Tunggu artikel selanjutnya, ya!

(Baca Juga: Satu Hari Jalan Kaki di Singapura)





1 komentar

fanny Nila (dcatqueen.com) mengatakan...

Terkadang yg begini ini walo bikin kesel, tapi ntr malah bikin senyum2 diingat ya mba 😄. Traveling kalo ga ada drama memang ga afdhol. Aku pun ngerasain bangetttt susahnya jalan 2020-2021 akhir. Buat traveler kayak kita, itu sangat bikin stress.

Gara2 cerita cancel2anbga jelas, jjujur aja tiap mau traveling skr, aku prefer pesen langsung dari website maskapai drpd pake OTA. Incase aja sih kalo kenapa2, jauh lebih mudah refundnya. Tapi amit2 jangan sampe deh. Semoga skr ini dunia udh mulai tenang 😅

Ditunggu cerita jalan2nya mbaaa