Saya membaca buku ‘Don’t Follow Your Passion’ tahun lalu dan mengamini sebagian tulisannya. Kita tidak bsa hidup hanya mengandalkan passion. Ketika sebuah passion menjadi sandaran hidup, akan ada banyak hal tidak menyenangkan yang juga harus kita hadapi. Jadi, kamu tidak akan kenyang hanya mengandalkan keberanian serta kepercayaan diri
Tulisan ini untuk memaparkan bahwa ada realita yang harus kita hadapi. Terlebih lagi jika kamu adalah seorang tulang punggung keluarga atau menerima nasib sebagai sandwich generation.
Jebakan Manis Passion
Saya selalu mendukung siapapun yang punya mimpi besar. Namun, saya juga tidak mendukung keegoisan. Salah memilih dengan bersiap egois itu beda tipis. Dulu sewaktu masih duduk di bangku kuliah, saya punya pandangan bahwa asal punya semangat belajar tinggi dan tidak menyerah, hidup pasti akan aman.
Kenyataannya, banyak sosok cemerlang yang saya tahu punya bakat, malah harus menerima nasib hidup yang stagnan atau malah serba kekurangan. Lalu apa mendapat pekerjaan dengan gaji mentereng, menikah di pertengahan usia 20-an, punya karir tinggi juga menjadi kunci kebahagiaan? Rasanya tidak selalu. Standar kebahagiaan orang-orang itu beragam, tetapi pasti sulit bahagia jika perut menjerit kelaparan dan banyak utang karena kekurangan uang.
Ada pula yang menyebutkan jika hidup sesuai passion tanpa memedulikan standar kehidupan orang lain jauh lebih menggembirakan. Padahal saya tahu, jauh di lubuk hati, para freelancer itu juga ingin mendapat pemasukan besar yang tetap.
Jebakan manis passion sempat memberikan saya ilusi. Saya ingin resign dari pekerjaan sekarang hanya kaerna kewalahan ketika mulai mengembangkan Wordholic Class. Untung sahabat saya bilang agar menunda dulu. Gunakan waktu bekerja di kantor untuk memperluas networking sampai pijakannya kuat, uang dari bisnis menulis melebihi gaji di kantor, dan stabil.
Menjadi founder sebuah bisnis itu hanya keren di titelnya saja. Pekerjaan rumahnya super banyak. Mulai dari merekrut freelancer, negosiasi dengan klien di sela atau akhir jam kantor, menghitung budget untuk pembayaran. Beberapa bulan di tahun 2022 ini saya belajar banyak. Makanya ketika ada waktu untuk traveling atau staycation, saya langsung ambil kesempatan.
Jika kamu masih kelaparan karena mengejar passion, lupakan sebentar pengejaranmu, carilah pekerjaan yang jelas memberimu gaji.
Mulailah jualan online. Percuma kalau kamu sok keren mengejar passion, tapi bayar kos atau kontrakan masih nunggak dan utang untuk biaya hidup semakin beranak-pinak.
Pikirkan Passion dalam Sudut Pandang Entrepeneur
Saya merekam sebuah podcast yang memandang bahwa jika ingin menjadi orang yang mengejar passion, sebaiknya terapkan pula mindset entrepeneur. Apa saja sih poinnya?
Membangun networking
Sebelum saya membangun Wordholic Class pada 2019 lalu, saya mengikuti banyak kelas di bidang kepenulisan, digital marketing, sampai penerjemahan untuk belajar sekaligus memperluas jaringan. Saya mendapatkan pekerjaan sebagai penerjemah di perusahaan Jepang pun karena rekomendasi dosen. Networking membantu hidup saya.
Jadilah orang yang berkontribusi dalam sebuah komunitas, jangan hanya jadi anggota pasif. Bukan berarti kita jadi orang yang ‘ada maunya’. Namun, jalinlah hubungan baik dengan orang-orang yang punya vibrasi positif supaya ketularan ilmu dan semangatnya. Karir sebagai penulis artikel, writing coach, hingga bisa diundang di berbagai event daring dan luring saya peroleh ya karena networking.
Belajar membenahi leadership
Leadership itu tidak hanya soal memimpin orang lain. Saya mencari kelas untuk membenahi soft skill mulai dari komunikasi dan memimpin diri sendiri. Dulu saya punya trust issue untuk menjadi seorang pemimpin. Rupanya ada banyak hal yang saya harus benahi justru dari dalam batin.
Selain leadership, akhirnya saya belajar tentang self-love, Law of Attraction, membenarkan energi feminin, dan mindfulness. (Baca Juga: Hal Haram Pekerja Kreatif)
Tidak alergi dengan pelajaran bisnis
Dulu saya alergi dengan artikel bisnis dan ekonomi. Setelah Wordholic Class berjalan, saya sadar jika ingin maju, maka saya harus mulai menyukai topik tersebut. Mulai deh saya beli buku bisnis dan marketing, selain tentang menulis. Ini menyelamatkan saya dari kebodohan berlarut karena abai.
Passion menulis mulai saya lihat target marketnya dan ketemulah banyak lini yang bisa saya bisniskan lewat kemampuan menulis.
Inilah yang saya pikirkan ketika berbicara soal passion. Banyak sekali pekerjaan rumahnya, kan? Setidaknya saya tahu jika ingin leluasa membangun passion jadi sesuatu yang lebih profitable, maka saya wajib membenahi diri sendiri dulu. Langkah awalnya tetap bekerja agar tidak sibuk memikirkan uang bayar kosan dan biaya lainnya.
Chase your dream, but stay sane!
Tidak perlu membandingkan pencapaian dengan orang lain. Fokus pada pertumbuhan diri dan kamu akan berkembang tanpa kamu sadari.
2 komentar
Setujuuuuuu. Akupun punya passion pada traveling mba. Tapi dipikir, kalo fokusnya kesini susah sih buat dpt uang banyak 🤣. Akhirnya aku hanya menjadikan itu hobi aja. Kalo ada yg mau bareng jalan, hayuuuuk, aku ga akan ambil untung gede juga. Itupun yg ikut aku seleksi banget 😂.
Aku tetep mikir waras aja, ambil kerjaan yg bisa kasih stabilitas JK panjang, benefit gede walaupun aku ga suka kerjaannya. Tapi ada hasil yg aku dpt walo ga suka, so kenapa ga.... Aku punya tanggung jawab ke orang2 yg harus aku bayar di rumah, ada tanggung jawab ke anak2, jadi kalo kerjaan itu bisa ngasih hasil yg aku harapin, aku pasti ambil, ga peduli sesuai passion atau ga 😄. Hidup ga usah terlalu idealis lah. Untung ya suamiku juga sependapat. Kalo sampe dia terlalu idealis dan mentingin passion yg ga bisa kasih kehidupan, mungkin kami ga bakal bertahan juga. Di saat udah berkeluarga gini, banyak yg hrs dipikirin, bukan hanya diri sendiri soalnya
makasih sharingnya
Posting Komentar