Privilege Penulis dan Cara Membangunnya


Suatu hari saya menuliskan artikel opini Bahasa Inggris di blog Medium tentang keberuntungan dan hak istimewa (privilege) seseorang dalam meraih kesuksesan. Privilege ini nyata. 

Dan saya tergelitik untuk merenungkan lagi privilege apa yang membuat seseorang bisa lebih lancar jalannya untuk meraih impian sebagai penulis profesional (saya tidak menyebutkan penulis sukses sebab parameter sukses bagi tiap orang bisa berbeda).

 

Privilege yang ada pada penulis

Privilege yang saya amati dari pengalaman pribadi dan rekan sesama penulis adalah

  1. Support system

    Punya keluarga dan kawan yang mendukung impian sebagai penulis tanpa ada sikap meremehkan adalah sebuah keberuntungan yang menyenangkan.

    Memiliki support system yang mendukung dan percaya pada impian adalah sebuah hal yang patut kita syukuri.

    Betapa banyak orang yang melepas impian karena merasa kurangdukungan. Jalan terjal untuk menggapai cita-cita itu tidaklah mudah. Dengan adanya dukungan dari orang terdekat, maka rasa lelah itu bisa sedikit berkurang.

    Bahkan baru-baru ini ada teman baru yang ingin sekali mengikuti kelas menulis yang saya ampu di Wordholic Class, tetapi tidak bisa karena keterbatasan dana. Ada pula yang sampai diancam orang tuanya.  Betapa mahal privilege sebuah support system.


  2. Tinggal di kawasan yang mendukung

    Bersyukurlah jika tinggal di kota dengan akses internet yang memadai. Betapa banyak kawan-kawan di kota terpencil yang hasrat membacanya tinggi, tetapi terkendala minimnya fasilitas seperti tidak ada toko buku dan akses internet sulit.

    Bagi saya yang tinggal di Jawa, dan dekat dengan Surabaya, merasa sangat tercukupi karena tahu bagaimana cara memperoleh akses belajar menulis baik lewat buku, rekan penulis senior, dan kelas yang bisa diikuti yang diselenggarakan di kota metropolis ini.

    Sebelum pandemi, hampir tiap pekan saya mengikuti workshop menulis atau pengembangan diri di Surabaya. Ada kawan di Twitter yang mengirim pesan, ia tinggal di Magelang dan di kotanya (waktu itu) sangat jarang ada event literasi.

    tips penulis
    Unsplash (@helloimnik)

  3. Punya modal memadai

    Punya dana, waktu, dan tenaga cukup untuk fokus belajar menulis juga sangat penting. Modal inilah yang bisa mendukung perkembangan diri.

    Sudah berada di lingkungan yang fasilitasnya memadai, tetapi ternyata bisa jadi kamu harus bekerja dobel demi keluarga. Ada juga yang sangat sibuk untuk mengurus pekerjaan kantor demi tercapai target perusahaan. Waktu dan tenaga adalah sumber daya yang berharga.

    (Baca Juga: Manfaat Menjadi Penulis Oportunis)

Tips Membangun Privilege

Jika sadar punya dua poin saja dari privilege di atas, seharusnya kita patut bersyukur. Jangan asal meremehkan langkah orang lain yang sangat perlahan untuk mencapai impian.

Ketika tahu kesulitan mereka dan kebetulan kita punya keleluasaan untuk membantu, minimal berikan petunjuk. Pengalaman kita sangat berharga agar kawan yang ingin menjadi penulis tahu bagaimana cara mencapai impiannya, misalnya infokan jika ada kelas gratis kepenulisan untuk kawan yang ingin belajar dan ada kendala dana.

Bagaimana cara agar meraih impian menjadi penulis? Maka, bekerja keraslah! Coba beberapa langkah di bawah ini.

  1. Jemput bola

    Buka mata dan telinga untuk mengikuti kelas apa saja yang bisa diikuti untuk menulis. Punya gawai? Maka mulai telusuri hashtag yang terkait dengan kepenulisan kalau pakai Instagram lalu carilah grup menulis di Facebook atau Twitter.

    Mengikuti akun medsos penulis juga sangat bagus. Di sini kita bisa melihat bagaimana keseharian penulis apalagi kalau ia suka berbagai info literasi. Saya juga mengikuti akun penerbit indie dan mayor untuk belajar tata bahasa sampai mencari info kompetisi.
    (Baca Juga: Cara Menulis Artikel Menarik)
  2. Bacalah buku berbagai tema

    Baca buku sebanyak mungkin untuk memperkaya kosakata, bisa dengan membaca buku di perpustakaan atau membaca di media daring seperti Ipusnas dan Ijak.

    Bahkan kita patungan berlangganan Gramedia Digital yang lebih murah dari beli kuota internet 10 GB untuk mengakses buku premium fiksi dan nonfiksi. Bacalah buku beragam tema untuk menambah sudut pandang yang berbeda pula. Kita jadi belajar alternatif kemungkinan dari setiap persoalan.


    tips menulis buku
    Unsplash (@corinnekutz)

  3. Mau membayar prosesnya

    Tidak ada makan siang gratis. Terima jika ada kesulitan, kegagalan, dan kritikan terhadap tulisan. Bersikap manja dan bermental korban, tidak akan pernah mendekatkan kesuksesan.

    Mau mengambil risiko berlatih di sela kesibukan, menyisihkan gaji untuk membeli buku bagus atau ikut kelas, dan menebalkan telinga serta memperkuat hati jika menerima banyak sindiran. Ada banyak orang yang meremehkan kelas gratis, padahal dengan menerapkan ilmu di kelas, perkembangan pasti terwujud. Hindari racun pikiran ini.

  4. Anggap seperti bermain game

    Mencoba kesempatan, gagal, mencoba lagi, berhasil, teruslah berkarya. Ibarat bermain game, kita perlu mengatur strategi agar berhasil, tetapi juga mau mengulang jika kalah di tengah permainan. (Baca juga: Bukan Tips Mengejar Passion)

    Itulah sebabnya saya berpikir realistis. Sambil membangun karir menulis dari artikel dan buku, saya tetap memiliki pekerjaan lain sebagai penyokong kebutuhan. Bangun pondasi sambil mengejar passion. Hanya fokus mengembangkan passion project, lalu kelaparan, akan membuat kita cepat marah dan mudah putus asa.

 

Mungkin waktu kita untuk berhasil akan jauh lebih lama dari mereka yang punya privilege, tetapi saya yakin jika tidak ada kerja keras yang tidak berbuah manis. Kuncinya sabar dan tekun. Semoga teman-teman meraih impiannya sebagai penulis keren.

 

4 komentar

Iska mengatakan...

saya pernah mau mencoba menjadi penulis buku tutorial (9 tahun lalu), tapi ya mandeg di tengah jalan, kurang konsisten

memang lebih mudah menulis di blog sih, curhat seenaknya, semaunya

Admin mengatakan...

Keren materinya, bener banget dukungan dari orang lain memang sangat penting dan menjadi penguat apalagi saat mereka mendukung keinginan kita

Reffi Dhinar mengatakan...

Iskandar: Semangat ya, lanjut lagi.

Anisa AE: Makasih, Mbak. Iya memang support system itu penting banget agar kita bisa bertahan, kan :D

Ikhalid "Ian" Rizqy Al Raihan mengatakan...

Menulis ibarat main game?! Boleh juga tipsnya! Di antara orang-orang yang sibuk dengan game-nya, saya bisa mengatakan kalau "writing is my game!"