Semua Jadi Bencana Ketika Menjadi Angka

 

tips motivasi blog kata reffi

Angka adalah sebuah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Saya yang mulanya berpikir jika bisa hidup baik-baik saja tanpa dikejar ‘angka’, ternyata tanpa sadar berjalan di jalur yang sama dengan kebanyakan orang. Angka itu bisa berupa penghasilan, usia, sampai jumlah follower di media sosial. Ketika tersadar, saya mengerem laju kecerobohan ini lalu merenungi diri sendiri. Wah, hampir saja kebablasan nih.

Meskipun telah menyadari bahaya dari terlalu mendewakan angka, masih saja kadang saya terpapar hasrat untuk mengejar sesuatu karena iming-iming ‘angka’. Padahal saya selalu membanggakan diri sebagai seorang yang kreatif dan tidak hanya mengutamakan jebakan angka. Kenyataannya diam-diam, ada bibit kecil yang bersembunyi jauh di pojokan hati dan kepala, sayup-sayup ia berbisik, “Ah dasar munafik. Beneran kamu nggak peduli sama angka?”

 

Ambisi Ingin Sekeren Orang Lain

Jebakan pertama yang paling sering saya lalukan adalah ambisi ingin sekeren orang lain. Masalahnya, teman-teman keren itu bertebaran di setiap medsos yang saya punya. Ada teman penulis yang sukses menggali nominal lumayan di sebuah aplikasi novel, ada yang berhasil memenangkan kompetisi menulis dengan total hadiah mengejutkan, bahkan ada juga yang berhasil menerbitkan buku di penerbit mayor berkali-kali meskipun negara masih lesu karena pandemi. Saya ingin menjadi mereka sampai lupa mengasihani diri sendiri.

Kambuh lagi hasrat untuk menulis banyak hal dalam waktu bersamaan. Tiap hari yang saya pikirkan adalah cerita apa yang kira-kira menarik untuk ditulis di platform, buku, atau dijadikan ebook. Pikiran sedikit teralihkan ketika saya sedang di kantor, begitu jam kerja selesai, saya akan kembali ke lingkaran pemikiran tak henti. Saya tak mengistirahatkan otak. Badan mulai protes karena fokus saya hanya pada bagaimana cara mendulang angka.

 

tips motivasi blog kata reffi

 

“Bagaimana caranya bisa keren kaya kamu, Kak? Bagaimana cara manajemen waktu untuk tetap menulis sambil sibuk kerja?” Sebuah pertanyaan masuk ke salah satu medsos dan saya dibuat terhenyak.

Orang lain melihat saya begitu produktif. Ada juga yang begitu terang-terangan mengatakan jika apa yang saya capai adalah impian mereka selama ini. Ketika saya sedang sibuk mendaftar kekerenan orang lain dan berusaha untuk mengikuti jejak mereka, ada orang-orang yang melihat saya mencintai apa yang saya kerjakan. Lucu sekali. Ke mana seorang Reffi yang sangat menikmati apa yang ditulis bukan karena patokan angka?

Itulah cara-cara Tuhan menegur saya untuk lebih menyayangi diri sendiri. Boleh saja mengagumi keberhasilan orang lain tetapi tidak seharusnya membuat saya bersikap terlalu keras pada diri sendiri. Tiap orang punya passion berbeda. Saya tak mungkin menjadi semuanya. Maka saya amati hal-hal apa yang benar-benar menarik minat lalu mulai serius belajar. 

 

Jebakan Uang

Benar, saya memang ingin sekali mendapat lebih banyak pundi-pundi rezeki lewat tulisan. Namun karena pandemi yang masih belum berakhir, klien yang semula rutin memberikan job menulis, lalu mendadak cuti. Saya tak mendapat job menulis konten. Kemudian banyak invoice yang tertahan berbulan-bulan karena kondisi klien juga terpukul pandemi. Saya pun mulai membuka situs freelancer lagi. Saya ingin mencari job menulis sebanyak mungkin.

Lalu alarm itu menyala. Saya ingat jika masih ada pekerjaan utama yang memberikan stabilitas. Berapapun nominal yang saya hasilkan dari menulis, saya merasa sangat istimewa. Tidak sebanding dengan gaji bulanan pastinya, tetapi cukup untuk menambah pundi tabungan. Apalagi setelah Papa pensiun, kadang saya dibutuhkan untuk membantu keluarga.

 

tips motivasi blog kata reffi

Berkarya untuk mendapatkan sebuah ‘angka’ memang bukan dosa, tetapi perlu diperhatikan juga bagaimana kesehatan mental kita dalam melakukannya. Jangan salahkan postingan bahagia orang lain jika kita merasa insecure. Perhatikan lagi apa yang ada di dalam hati dan benak kita, mengejar angka membabi buta hanyalah tindakan sia-sia.

6 komentar

fanny Nila (dcatqueen.com) mengatakan...

Setuju mba :). Kagum dan ingin meniru keberhasilan orang lain sah sah aja. Tapi memang hrs perhatikan juga diri sendiri. Apa kita bener2 sama seperti mereka. Apa usaha kita sama beratnya seperti yg mereka lakuin. Apa passion kita bener2 di sana? Dan banyak yg hrs diperhatikan lainnya.

Kadang saat envy dengan keberhasilan temen, aku lupa walopun mungkin rezekiku ga seperti mereka, tp ada rezeki lain yg diberikan Ama Yang Di Atas dlm bentuk lain. Yg seharusnya aku bisa fokus di sana agar bisa menghasilkan yg sama besarnya.

Beruntung terkadang kita diingatkan Ama temen2 Deket / keluarga , utk stop ingin sama seperti org lain, dan trlalu mengejar angka. :) . Saat angka jd patokan, kadang hal paling menarik dalam passion kitapun, jadi terasa seperti beban.

Tira Soekardi mengatakan...

makasih sharingnya

BlogSabda.com mengatakan...

jujur sih, sekarang aku juga masih terikat sama angka2 ini mbak. misalnya soal angka visitor blog, selalu pengen dapetin angka yang lebih tinggi. Padahal bisa dimulai dari yang konsisten dengan kualitas dan kuantitas bisa dongkrak angka ini dengan sndirinya

Reffi Dhinar mengatakan...

standar kesuksesan memang berbeda-beda, so be yourself be the best of you :)

Reffi Dhinar mengatakan...

Tidak apa-apa ada target tinggi, yang terpenting tidak menjadikannya obsesi :)

kartika mengatakan...

Memang susah menghindari angka2 ini. Tapi sekali lagi diingatkan dengan membaca artikel ini, biar tetap membumi dan lebih bisa berkarya dari hati. Biasanya sih aku kurangi main medsos, biar bisa fokus sama progress diri sendiri dulu. Nanti pas balik tiba2 ada kejutan yang menyenangkan :D

Semangat terus menulisnya mbak, aku juga salah satu yg kagum sama kinerja mbak Reffi dalam menulis, keren!