Kita Semua Sibuk, Tidak Semua Sibuknya Berguna





Beberapa kali saya mendapat pertanyaan dari rekan sesama penulis yang rata-rata ingin tahu bagaimana cara membagi waktu antara menulis buku, membaca, bekerja purnawaktu, ngeblog dan masih bisa jalan-jalan. Ketika ditanya seperti itu, jujur saja jawaban saya pasti membosankan.

“Buat saja list kegiatan harian dan juga temukan kapan waktu dan lokasi yang biasanya membuat kita mager.” Sangat klise bukan? Banyak sekali tips di artikel daring maupun buku pengembangan diri yang menjelaskan bagaimana membagi waktu agar efektif dan produktifitas meningkat.

Tiap orang punya zona waktu berbeda-beda. Ibu rumah tangga yang punya anak balita, pastinya tidak bisa disamakan dengan perempuan lajang seperti saya. Perempuan lajang yang hidup ngekos, pastinya juga akan berbeda dengan seorang kakak perempuan yang punya 3 orang adik untuk diurus sekaligus merawat orang tua yang mulai sepuh.
(Baca Juga: Pentingnya Manajemen Energi Bagi Penulis)

Sampai di sini kita harus membuka kacamata lebih luas agar hati tidak iri dan tidak julid. Nah, yang bisa mengevaluasi apakah kesibukan itu berguna atau malah sia-sia, bukannya orang lain melainkan kewajiban diri kita.


Tidak ada yang bisa mengubah kebiasaan burukmu jika bukan dirimu yang bergerak untuk berubah lebih baik.

Saya pun masih sering menemukan kekurangan dari efisiensi waktu yang saya jalani. Masih ada saja masa-masa di mana saya harus berdebar demi memenuhi tenggat waktu menulis artikel untuk klien, yang kalau dipikir lagi karena saya memilih untuk lebih banyak nonton drakor misalnya. Namun, sekarang saya lebih aware untuk mengevaluasi ulang kegagalan atau alasan kenapa kepala ini bisa stres. Jika sudah terbiasa menganalisa diri sendiri, depresi bisa diminimalisir sejak dini.

person using computer on brown wooden table
Sumber: Unsplash @robertbye

Berikut ini beberapa tips bagaimana saya dapat menyadari kesibukan itu berguna atau malah sebaliknya.

1.       Melihat Jam Lebih Sering

Entah disadari atau tidak, ketika kita sedang dikejar deadline dan pekerjaan kita masih jauh dari kata selesai, yang sering dilakukan adalah mengecek jam. Saya tidak suka pakai arloji, maka jam di laptop serta gawai akan lebih sering saya cek jika deadline makin mendekat. Jantung berdebar seolah baru saja bertemu gebetan (ciyee) lalu napas agak sesak ketika tahu ada saja kesalahan yang ditemukan di pekerjaan.

Jika begini, saya akan mendiamkan diri sejenak selama lima menit. Saya tulis semua bentuk kecemasan tersebut lalu menyeting alarm lima belas menitan. Jadi tiap lima belas menit, saya akan bekerja secepat mungkin sampai alarm berbunyi. Di lima belas menit berikutnya, saya mengecek pekerjaan yang akan dikirim.


2.       Gampang Marah

Kebiasaan baik yang saya miliki sejak bangku sekolah adalah mengerjakan pekerjaan rumah sejak hari diberikan tugas. Kebiasaan ini membawa dampak baik di bangku kuliah. Saya kuliah Sastra Jepang dengan jadwal yang padat. Hampir tiap hari, akan ada kuis dan nilainya juga akan ikut dihitung ditambah nilai UTS, UAS, juga absensi.

Jadwal belajar pun tertata rapi. Saya mengulang materi kuliah setelah salat Magrib sampai menjelang jam tidur serta diselingi mengerjakan tugas. Di pagi hari, saya mempelajari materi yang akan dijelaskan. Lucunya, meski telah berusaha disiplin, terkadang kontrol itu lepas. (Baca Juga: Suka Duka Menjadi Penulis)

man wearing white top using MacBook
Sumber: Unsplash (punttim)

Ketika bekerja pun, saya selalu merinci tugas yang akan dikerjakan di pagi hari. Pikiran bergerak cepat bahkan sebelum saya mandi pagi. Ketika terlalu banyak berpikir, manajemen tugas yang buruk, pekerjaan yang meleset, membuat emosi naik. Akibatnya, saya jadi mudah uring-uringan atau bermuka jutek.

Saat di tengah tekanan pekerjaan baik di kantor atau mengurus rumah, berhentilah sejenak kalau emosi mulai kacau. Rilekskan pikiran dengan olahraga ringan, minum minuman hangat, lalu cek kembali daftar pekerjaan. Pilah mana yang paling urgent dan penting, kesampingkan pekerjaan yang bisa dilakukan belakangan.

3.       Detoks Medsos

Saat sedang dikejar deadline, sebaiknya matikan saja kuota internet untuk sementara. Maalahnya jika harus bekerja menggunakan internet, bagaimana saya mengatasi hasrat membuka medsos? Maka ketika hasrat itu menjadi-jadi sementara tangan ini gatal untuk membuka Instagram, bukannya melakukan riset artikel di Google, saya akan pasang alarm 10 menit sekali. Panik memang jika alarm berbunyi di saat sedang berselancar di medsos.

Solusi lainnya agar detoks medsos ini bisa berjalan di saat harus mengerjakan tulisan, saya akan mengumpulkan bahan-bahan artikel sebanyak-banyaknya lalu saya cetak menjadi pdf di satu folder. Ketika mulai proses menulis, kuota internet bisa dimatikan dan proses menulis jadi lebih lancar.


Perlu diingat lagi, analisis kesibukan itu penting agar kamu tidak melakukan kegiatan sia-sia. Rehat itu penting, makan juga penting, berolahraga juga penting, jadi jangan sia-siakan waktu dengan terlalu banyak fokus pada hal-hal yang menghabiskan menit tanpa hasil signifikan.

 Dan manajemen waktu itu tidak harus strict, sesuaikan saja dengan kemampuan serta proporsi. Menulis atau membaca hanya bisa setengah jam dalam sehari saja itu sudah bagus. Bandingkan dengan setengah jam main medsos, hasilnya lebih berfaedah mana.  

3 komentar

Tira Soekardi mengatakan...

makasih sharingnya

Reffi Dhinar mengatakan...

Sama2

fanny Nila (dcatqueen.com) mengatakan...

Naaah ini aku pelajari pas sudah kerja. Gimana time management supaya kerjaan bisa selesai sesuai waktu dan dateline. Membuat jurnal prioritas kalo buatku membantu sih. Jadi bisa fokus mengerjakan pekerjaannya.
.trus aku suka pakai cara yg pomodoro yg melakukan 20 menit kerjaan trus istirahat. Baru 20 menit lagi lakuin sampe akhirnya selesai.

Itu lebih masuk di aku. Dan jadi lebih fokus juga. Medsos sesekali aku off-kan, tapi udah beberapa bulan ini belum detoks lagi 😄. Masih belum stress kayaknya 😅