Saya sangat bahagia karena bisa memenuhi
keinginan untuk memiliki quality time
bersama orang-orang terdekat yang saya sayangi di Ramadan kali ini. Seperti
yang saya tulis di tulisan sebelumnya tentang '3 Hal Utama Saat Ramadan' saya ingin mengurangi acara-acara kurang
penting yang dulu mungkin sering saya lakukan.
Dan di bulan puasa kali ini untuk acara buka
bersama misalnya, benar-benar sahabat dan keluarga yang menjadi prioritas
utama. Saya lebih senang bisa menjalankan ngabuburit asyik dalam kelompok kecil
yang selalu dekat dengan saya. Hari Sabtu lalu adalah pertemuan dengan tiga
perempuan yang sudah menjadi sosok sahabat sejak kami masih SMU. Tiga belas
tahun bukan waktu yang sebentar, saya saja sampai heran kok bisa kami berteman awet
hingga kini.
Dulu di awal Geng Narsiz, nama kelompok
pertemanan kami terbentuk, kemana-mana kami tidak pernah terpisah. Bersahabat
sejak kelas satu, lalu terpisah menjadi dua kelas berbeda (lucunya dua orang di
kelas IPS dan dua lainnya di kelas IPA), tidak membuat persahabatan kami
renggang. Ada beberapa orang yang bilang, “Halah, kalau terlalu akrab begitu
biasanya malah rawan pecah. Bisa aja kalian nanti ujung-ujungnya berantem.”
Tidak ada yang perlu kami buktikan. 13 tahun
ini menunjukan bagaimana kami akhirnya bisa menunjukkan jika persahabatan yang
langgeng itu benar adanya.
Ngabuburit asyik hanya salah satu dari sekian
agenda yang terlaksana agar kami bisa bertemu. Acara-acara khusus yang
melibatkan bayi-bayi lucu yang telah lahir juga menjadi agenda kami untuk bisa
bersama. Ya, dua orang telah menikah dan memiliki buah hati sedangkan saya dan
seorang sahabat lain masih menunggu calon belahan hati.
Ketika sedang melihat mereka yang larut dalam
obrolan dan tawa seperti biasanya, saya kembali mengingat-ingat, bagaimana kami
bisa awet berteman hingga kini sementara banyak orang lain mungkin akan menjauh
dari sahabat di masa remaja seiring bertambahnya usia?
Kami di bangku SMA |
Tidak
Pernah Memaksa Berubah, Mengajak Bertumbuh
Ini mungkin salah satu resep dasar kenapa Narsiz
Gank masih lengket meski kami tak sesering
dulu bertemu. Kami tidak pernah memaksa satu sama lain untuk berubah, karakter
kami malah bertumbuh seiring dengan keputusan hidup yang kami pilih dan masalah
yang pernah kami hadapi. Bertengkar jelas pernah. Berselisih pendapat pasti
sering. Kami paham apa kebiasaan yang biasanya membuat jengkel, but we never ask to change.
Saya adalah orang yang sangat skeptis pada
pertemanan sebelum bertemu dengan mereka. Beberapa kali saya memiliki
pengalaman tidak mengenakkan dengan teman terdekat, membuat saya apatis pada
lainnya. Omongan saya seringkali pedas dan cara berpikir saya kadang sangat
abstrak (ya saya kutu buku kelas berat, bayangkan saja betapa aneh pola pikir
orang macam saya yang diajak berteman pun sulit), pokoknya tidak asyik untuk
berkawan.
Lita, Wigati, dan Latifa mau menunggu. Mereka
menerima saya dengan tangan terbuka. Tidak
ada pertanyaan ingin tahu kenapa saya kok bisa begitu. Dengan kekonyolan dan
kepolosan kami, perlahan saya mau membuka diri. Kami akan jujur kalau ada yang
mengganggu perasaan. Misalnya ada pertengkaran, masalah akan segera
diselesaikan. Kami tumbuh lewat gesekan-gesekan tersebut.
Memasuki usia kerja |
Kesamaan
Pandangan
Karakter kami berempat sangat
bertolakbelakang, tetapi kami mempunyai satu pandangan yang sama. Seperti yang diceritakan
di atas, kami adalah orang-orang yang sangat terbuka. Satu sama lain bisa bebas
menyatakan pendapat dan jika merasa tidak enak berkata langsung, kami akan
memilih salah satu sebagai juru bicara. Itu terjadi secara otomatis. Misalnya
karena jarak tinggal Wigati lebih dekat dengan Iif (nama kecil Latifa), ketika
ada masalah maka Iif yang diberitahu lebih dulu barulah kepada yang lain.
Proses menyatukan pandangan ini bukan berarti
mudah. Karakter berbeda tentu membuat kami harus beradaptasi. Untungnya kami
sama-sama memiliki jiwa easy going,
terutama karena kami semua anak perempuan sulung, jadi saling bicara secara
terbuka, bercanda dengan kalimat sarkastis pun tidak membuat kami tersinggung,
walau mungkin buat orang lain bisa saja kalimat kami terdengar to the point. Pandangan kami tentang
mengutamakan keluarga, kesetiakawanan, persaudaraan itu sama. Hedonisme
bukanlah kesukaan kami.
Tidak
Nyinyir
Inilah poin terpenting yang membuat
persahabatan awet, tidak nyinyir. Sering saya dapati di lingkungan pertemanan
yang lama terjalin menjadi renggang karena sikap menyindir yang dibalut dalam
nada nasehat. Contohnya, “Kamu kok masih sendirian aja? Kapan nikah? Aku aja
udah beranak dua kamu masih sendirian.” Atau kalimat macam ‘Kamu kok gendutan?’
dan lainnya.
Kesannya mungkin sepele, tetapi tanpa pernah
saya utarakan pun, sahabat-sahabat saya ini tidak nyinyir dengan status. Mulut
kami mungkin frontal ketika berpendapat, tetapi masih ada hal-hal yang tidak
disinggung. Kalau ada yang mau curhat tentu dipersilakan, tetapi jika tidak pun
tak akan dipaksa. Apalagi bagi yang sudah berkeluarga pasti punya lingkup
ceritanya sendiri yang tidak diumbar.
Love Can't Describe |
Melihat foto-foto kami berempat dari ABG
hingga kini menjadi perempuan dewasa muda, saya terharu. Wajah boleh menua,
tubuh boleh berubah karena memiliki buah hati, pertemuan pasti tidak sesering
di saat kami masih lajang, tetapi ada cinta yang tidak pernah surut. Persahabatan
juga sebaiknya sama seperti hubungan romansa. Saling menerima, menasehati dan
terbuka adalah kunci hubungan apapun. Loving
is about supporting, not about forcing.
Tidak ada komentar
Posting Komentar