Hari ini bertepatan dengan 8 Maret, maka saya ucapkan ‘Happy International Woman’s Day’ untuk
seluruh perempuan cantik di dunia. Bicara soal perempuan cantik berkualitas, di
kepala saya akan muncul Maudy Ayunda, Emma Watson dan Kim Go Eun. Tiga
perempuan beda negara yang begitu saya kagumi tak hanya dari karyanya melainkan
juga dari otak cerdas mereka dan juga dari kepribadian yang stunning. Khususnya untuk Maudy Ayunda,
sosok perempuan muda yang saya tahbiskan sebagai role model generasi milenial.
Beberapa waktu lalu publik dihebohkan dengan postingan Maudy
Ayunda di Instagramnya. Gadis lulusan Oxford itu kini diperebutkan dua kampus
terbaik lain untuk melanjutkan jenjang master. Stanford dan Harvard adalah dua
kampus super keren yang terkenal dengan kesulitannya untuk ditembus. Seorang lulusan
Oxford seperti Maudy Ayunda jelas punya modal tak hanya dari kerennya almamater
strata satu tetapi juga aktivitas lain di luar akademik. Dia adalah seorang
pemain musik, penyanyi, produser, penulis buku, dan aktris. Selain itu gadis
ini jago bahasa Inggris, Mandarin dan Spanyol. Wah jadi kepanjangan saya
ceritanya (oke dia kan idola saya, hahaha).
Kabar baik soal dua kampus yang menerima Maudy menuai
respons beragam. Mulai dari yang memuji sampai yang bernada iri. Lalu merembet
ke kekasih Maudy yang juga lulusan kampus ternama dan kini menjadi CEO di
sebuah perusahaan di usia muda. Rata-rata yang cenderung negatif itu isi
kalimatnya macam begini.
“Dia kan artis jadi wajar punya pacar model begitu.”
“Yaa, dia anak orang kaya, sekolahnya saja internasional mana tahu perjuangan kita-kita yang kerja mati-matian buat kuliah dan sekolah.”
“Dia lahir dengan sendok emas, mana pernah ngerasain hidup susah?” dan beragam lainnya.
Yah, heran saja dengan serbuan komentar bernada menyalahkan
tersebut. Saya memang tidak berhasrat untuk masuk Stanford atau Harvard serta
tidak ada rasa iri dengan kehidupan Maudy, semua pencapaiannya malah mendorong
saya untuk menulis lebih baik dan berusaha mencapai semua goal yang saya rencanakan. Kok sepertinya para pengomentar negatif tersebut
seolah menyalahkan hidup mereka dan benci dengan kesuksesan orang lain? Soal privilege, misalnya Maudy dilahirkan di keluarga
berkecukupan, kok malah jadi sasaran? Banyak contoh artis muda kaya raya yang
malah jatuh ke narkoba, free sex atau
memberikan contoh buruk di Instagram. Tak ada korelasinya antara anak orang
kaya dan artis dengan kesuksesan. (Baca Juga: Leadership Perempuan)
Jikalau Maudy tidak rajin belajar dan berkarya positif, mana
mau dua kampus bergengsi memberinya kesempatan masuk? Kalau dibilang dia
beruntung sebab kekasihnya pun luar biasa, hei itu kan sudah jalan hidupnya?
Mana kita tahu jika Maudy pernah patah hati atau dikecewakan lelaki? Ia memilih
untuk posting soal prestasi dan kebahagiaan atas pencapaiannya. Hati kita yang
pahit dan bermental korban inilah yang membuatnya mudah tersulut kebencian.
No Pain No Gain
“Kamu sih pinter makanya kalau pas ujian nggak perlu
belajar.”
Saya sering mendapat komentar seperti itu. Katanya saya
beruntung memiliki otak encer makanya nilai IP bisa dua kali mendapat 4
sempurna dan tidak pernah di bawah 3,6. Yah, saya hanya tersenyum dan berterimakasih.
Tiap kali ujian memang saya tidak terlalu menggebu belajar karena proses
belajar itu saya lakukan jauh-jauh hari. Tidak ada yang tahu saya belajar dari
sebelum subuh dan selepas kuliah. Belajar keras untuk dapat IP terbaik itu
karena saya ingin mendapat beasiswa demi meringankan beban orang tua yang
ekonominya pas-pasan. No pain no gain.
Begitu pula pastinya dengan Maudy Ayunda. Dia terlihat serba
bisa jelas karena proses latihan tiap hari yang tidak kita lakukan. Belajar alat
musik, rajin membaca, mengurangi waktu nongkrong kurang perlu, menyicil bahan
tulisan, dan segudang aktivitas lainnya di sela waktu bersama orang tercinta. Tidak
ada yang ujug-ujug terlahir pintar
tanpa belajar.
(Baca Juga: Perempuan Tak Boleh Dilarang Pintar)
(Baca Juga: Perempuan Tak Boleh Dilarang Pintar)
Hidup saya jelas berbeda dengan idola-idola saya. Yang saya
lakukan adalah terus berkarya seperti mereka yang tak lelah menghasilkan
sesuatu yang berguna. Jikalau saat ini kita masih terkungkung di lingkup yang
sulit, kenapa tidak menjadikan diri lebih positif dan kuat seperti mereka para
orang terkenal yang inspiratif itu? Keberuntungan itu bukan mitos, semua bisa
diupayakan. Bersyukur itu keharusan. Saya dan kalian tak perlu menjadi secantik
artis dan sekaya konglomerat untuk bisa berguna. Berkarya sesuai kapasitas,
menerima semua hasil dengan lapang dada, juga kekurangan yang ada bukan untuk
menjadikan kita bermental korban.
6 komentar
saya juga kesel sama orang yang seenak jidat berkomen karena dia udah kaya terus wajar ditawarin sama dua kampus terkenal buat melanjutkan studi. Padahal banyak orang terhitung kaya masuk ke kampus itu dan gak pernah sampe segitunya ditawarin buat lanjut studi. Berusaha itu pasti kecuali pada suka mimpi bisa jadi orang pintar tanpa belajar.
nah bener kan mbak, yang negatif ini memang mental 'victim wannabe', pait atinya
Itu namanya dengki...,
Susahelihat orang senang ... Senang melihat orang susah.
Pintar mustahil gak belajar.., yakin Maudy orangnya gak banyak main..., Yg dilakukanya banyak hal positif..
Coba kalau shopping mlulu..narkobaan dugem..pasti gak kaya gitu.
Saya juga ngefans banget sama mbak maudy. Lega ketika perempuan-perempuan yang masih kecil bisa punya contoh yang agak bagusan dikit
Naah pilihan itu kan banyak dan Maudy memilih jalan keren, ga semua artis bisa begitu
Iya mbak, dia contoh baik sebagai artis muda ☺
Posting Komentar