Air terjun Madakaripura (sumber : www.bromotravelindo.com) |
Akan jadi apa kira-kira wajah wisata
Indonesia sepuluh tahun ke depan? Indonesia adalah negeri yang sudah layak
mendapat sebutan surga dunia. Semua bentuk wajah alam ada di negeri tercinta
ini, mulai dari laut, gunung, tebing, padang gurun sampai pegunungan bersalju,
terhampar dari wilayah barat hingga ke timur. Kalau menurut saya, dengan potensi
alam yang begitu memukau, maka destinasi wisata alam akan semakin populer dan
menjadi primadona.
Puncak Jayawijaya, Papua (sumber: disewain.com) |
Menurut berita yang dilansir portal
berita online AntaraNews.com pada 11 November 2015 (http://www.antaranews.com/berita/528492/pariwisata-indonesia-terus-tumbuh-tahun-ke-tahun), pertumbuhan pariwisata Indonesia
per September 2015 mencapai 7,1 juta Indonesia. Perkembangan tersebut disebabkan mulai menggeliatnya acara-acara kesenian daerah, festival budaya atau
even-even internasional yang menarik minat wisatawan asing.
Ditambah lagi dengan gencarnya
stasiun-stasiun televisi Indonesia yang menayangkan program acara jalan-jalan
atau traveling yang menambah geliat pariwisata di tahun sebelumnya, bisa dibayangkan
akan terjadi beberapa hal positif maupu negatif selama sepuluh tahun ke depan.
Efek positifnya bisa jadi seperti
ini,
1. Makin populernya wisata daerah yang
belum dijamah
Kalau di tahun-tahun sebelumnya, Indonesia lebih dikenal
dengan pulau Bali-nya, namun kini daerah-daerah lain pun mulai berlomba-lomba
memperkenalkan potensi wisatanya, terutama wisata alam. Sebut saja di pulau
Sumatra yang terkenal dengan Danau Toba-nya. Kini juga banyak ditemukan spot
wisata baru yang dikelola pemerintah daerah hingga menarik wisatawan lokal maupun
asing. Seperti Gili Labak, di daerah Sumenep, keindahannya tidak kalah dengan
Gili Trawangan di pulau Lombok.
Gili Labak, Madura (sumber: liburmulu.com) |
2. Bisnis pariwisata akan menambah
devisa daerah dan negara
Semakin menjamurnya wisata unggulan di tiap kota, memantik
munculnya bisnis-bisnis pariwisata yang membantu masyarakat setempat. Mulai dari
penginapan, kuliner, hingga jasa travel. Wisatawan asing yang masuk pun pasti
akan menambah pundi-pundi devisa negara.
3. Berwisata atau traveling akan menjadi
lifestyle
Sekarang, berwisata bukan lagi menjadi monopoli masyarakat kelas
menengah ke atas saja. Dengan boomingnya acara traveling di televisi dan
menjamurnya artikel wisata di berbagai media, maka berwisata bisa dilakukan
dengan budget yang terjangkau. Anak-anak muda akan menjadikan berwisata atau
traveling sebagai agenda rutin tiap tahun hingga mungkin ada yang sampai tiap
minggu. Kegiatan backpackeran akan dianggap sebagai hal yang cool, tak lagi old
school.
Namun, meskipun muncul dampak positif, muncul juga
sisi negatif lainnya terutama yang sering ditimbulkan oleh generasi muda. Hal-hal
negatif itu seperti ini,
1. Tidak terjaganya tempat wisata
Miris sebenarnya melihat dan membaca berita tentang
remaja-remaja alay yang berwisata hanya demi selfie, lantas merusak tempat
wisatanya. Yang ditakutkan nantinya, kalau wabah alay bin egois ini tidak
diminimalisir, sepuluh tahun lagi bisa-bisa banyak tempat wisata yang akan
kehilangan daya tariknya akibat rusak. Kebun bunga cantik diinjak-injak, puncak
gunung dipenuhi sampah, dan masih banyak akibat buruk lainnya.
Kasus rusaknya kebun bunga Amarylis, Gunung Kidul (sumber: www.timlo.net) |
2. Munculnya gap bagi pecinta traveling
dan yang hobinya di rumah
Kalau ini bayangan absurd saya saja. Meskipun nantinya
kegiatan berwisata akan semakin menjamur, pasti masih ada orang-orang yang lebih
menyukai aktivitas di sekitar tempat tinggal. Jikalau bepergian pun mungkin hanya
setahun sekali. Kalau anak-anak muda atau orang-orang pecinta traveling
memiliki rasa sombong, bisa terjadi gap dengan golongan bukan pecinta traveling.
Mulai dari sindiran halus sampai kalimat kasar bisa terlontar. Kita tidak tahu alasan seseorang yang tidak bisa berwisata, mungkin saja orang itu sedang mengalami kesulitan keuangan dan
membutuhkan biaya lebih besar untuk pendidikan misalnya.
Oleh sebab itu, supaya dampak negatif tidak merusak wajah pariwisata
Indonesia, mungkin pemerintah perlu menggalakkan aturan tegas bagi siapapun
yang tertangkap basah atau terbukti merusak tempat wisata. Jangan sampai negara
mengeluarkan biaya lebih besar untuk memperbaiki tempat wisata yang terlanjur
hancur. Lagipula melakukan perjalanan itu lebih baiknya untuk relaksasi,
kontemplasi bukannya ajang pamer foto saja. Percuma jika kita berkoar-koar
untuk mempromosikan tempat wisata tapi tidak bisa turut serta menjaganya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar