![]() |
sumber foto : bobandsheri.com |
Saya adalah penggemar berat seri petualangan Katniss
Everdeen dan Peeta Mellark. Dari seri awal, Hunger Games sudah mampu membuat
saya menemukan kembali kesenangan pada petualangan dunia distopia, setelah
euforia Harry Potter usai. Bagaimana dunia setelah peperangan besar sehingga
membagi masyarakat dari kelas yang paling kaya dan paling miskin, mengubah
mental masyarakatnya kembali ke abad pertengahan, dimana kaum jet set bisa seenaknya
mempermainkan hidup orang-orang kelas bawah. Pertandingan hidup ala gladiator
yang diadaptasi dalam Hunger Games, membangkitkan sisi manusiawi serta ketakutan
tersendiri bagi saya, akankah dunia bisa menjadi sekejam itu jika dibiarkan
hancur oleh perang serta ketamakan?
Katniss Everdeen yang diperankan dengan sangat apik oleh
Jennifer Lawrence, merupakan sosok pahlawan perempuan yang sebenarnya enggan
untuk menjadikan dirinya pahlawan. Semangatnya ketika terlibat dalam pertandingan,
hanyalah agar bisa bertemu keluarganya lagi di Distrik 12 dan supaya kawan satu
distriknya, Peeta Mellark, tidak tewas. Perjalanan panjang serta melihat satu
per satu kawan seperjuangannya yang melawan kekejaman Presiden Snow tewas, membuat
Katniss mau tidak mau menjadi ikon perjuangan tertinggi masyarakat Panem.
Katniss dianggap memiliki kemampuan
untuk bisa membangkitkan semangat pemberontakan, itulah sebabnya ia diangkat
sebagai simbol Mockingjay.
Di novel terakhir seri Hunger Games, Katniss dihadapkan
pada larutan emosi yang semakin pekat. Peeta yang dicuci otaknya oleh suruhan
Presiden Snow hingga berniat ingin membunuh Katniss, Distrik 12 yang
diluluhlantakkan hingga rata dengan tanah, dan juga gelombang pemberontakan yang
menuntut untuk segera diselesaikan, membuat Katniss terjebak di tengah-tengah.
Ia ingin membunuh Presiden Snow namun juga tidak ingin keluarga atau
kawan-kawannya tewas. Katniss merasakan beban rasa bersalah yang besar tiap
kali ada seseorang yang gugur untuk melindungi dirinya.
Akan tetapi di versi layar lebarnya, unsur action lebih
ditonjolkan dan malah mengaburkan unsur emosi dan pressure yang sebenarnya
dominan dirasakan oleh Katniss. Jika di dilm-film sebelumnya, kekuatan
persahabatan dan juga perang batin yang dialami Katniss untuk membunuh atau
tidak, terlihat begitu kentara, di film terakhir ini Katniss seolah menjadi
sekedar tempelan saja. Film hanya seru di bagian kejar-kejaran antara Katniss
dan tim juga dengan pasukan Presiden Snow. Bagaimana ricuhnya pikiran Katniss
setelah kematian Boggs, dan juga dilema antara ingin mempercayai rekan setimnya
atau memilih mengikuti intuisinya sendiri, tidak ditampilkan dengan gamblang.
Walaupun punya banyak kekurangan, Mockingjay masih punya
daya tarik di bagian-bagian menuju ending. Overall, Jennifer Lawrence tetap
bagus dalam memerankan sosok Katniss yang murung namun pemberani itu. Ending yang
lembut serta romantis, mengubah image Katniss dari seorang pemurung menjadi
lebih menenangkan.
![]() |
sumber foto : geeklyrocks.com |
Tidak ada komentar
Posting Komentar